Sahabat Di Pasar Tradisional
Di Supermarket
SAYA (S): Mas, melon yang manis yang mana?
SPG SUPERMARKET (SPG): Sama aja
S: Tapi semua manis?
SPG: Biasa.
Di Pasar Tradisional
S: Melonnya manis, Mas?
Tukang buah (TB): Kurang bagus, Bu. Jangan beli dulu, deh.
Nah, percakapan di atas semoga saja bisa menjelaskan pertanyaan teman-teman yang bingung, kenapa sebagai wanita karier, saya masih pergi ke pasar tradisional seminggu sekali. Bukankah lebih nyaman di supermarket? Kalau pandai memilih supermarket, sayurannya segar dan lebih variatif (baca: sayuran impor, sayur organik).
Jangan buru-buru protes. Kebanyakan teman saya memang tak pernah ke pasar tradisional sehingga tidak tahu pasar tradisional sekarang seperti apa. Tak tahu bahwa mau cari bahan apa pun termasuk barang impor, tempatnya justru di pasar tradisional.
Namun bukan itu saja alasan saya setia berkunjung ke pasar yang kadang tak selalu bersih itu. Di sini saya punya banyak “sahabat”. Tukang buah ramah itu Bobi namanya. Ia sudah tahu buah yang selalu saya cari. Lemon 2 kilogram, jeruk peras 2 kilogram, melon 1, semangka 1/4, plus mangga kalau musim. Harganya rata-ratalah. Kalau manis, ia rekomen. Kalau asam, disarankan tidak beli.
Di tempat sayur, begitu juga. Di tempat bumbu sama saja. Jadi kalau beli bumbu, tukangnya sudah tahu, “Satuin di Bang Pe’I, ya.” Bang Pe’I adalah tukang sayur. Pertanyaan yang sama dan selalu dijawab sama, “Betul”.
Kalau masuk konter daging, ada tukang ikan air tawar yang selalu datang menghampiri membawakan jinjingan saya. Disatukan di situ sehingga nyaman belanja tanpa jinjingan. Tentu konsekuensinya beli ikan nila kepadanya.
Enggak soal juga. Tukangnya sudah tahu, ukuran nila yang saya mau. Kalau kecil beli 8 karena untuk dibakar. Kalau sedang beli 4 untuk ditim. Kalau besar, cukup 2 sebab akan dibuat sup atau pindang. Ah… nyamannya.
Ingin coba memasak ikan nila bakar lezat seperti di bawah ini? Resepnya ada di sini.
Kenyamanan itu tak ada di supermarket. Mereka nyaris tak ingat siapa saja yang rutin belanja ke sana kecuali barangkali kalau kita setiap minggu memborong hingga 2 troli. Di pasar, absen satu minggu saja, ada saja tukang yang bertanya, “Ke mana aje, Bu? Gak sakit, kan?” Betul, kan, seperti sahabat?
Satu lagi, dong, yang bikin saya rajin ke pasar tradisional. Di pasar tempat saya belanja ada mi kangkung yang rasanya selalu bikin kangen plus ketan serundeng yang ketannya legit, serundengnya gurih!